Cerita Rakyat Yogyakarta, Asal Mula Tombak Kyai Pleret
Pada malam harinya, Raden Sahid merasa gelisah dan tidak bisa tidur mengingat perkataan ayahnya. Karena tidak ingin dipaksa untuk menikah, Raden Sahid memutuskan untuk melarikan diri dari rumahnya. Kaburnya Raden Sahid tidak diketahui siapapun kecuali Rasa Wulan yang mengetahui kamar kakaknya kosong. Dia merasa heran kenapa kakaknya kabur sendirian. Sebelum penghuni rumah bangun, Rasa Wulan kemudian mengemasi barang barangnya lalu pergi meninggalkan rumah. Kepergian anak Tumenggung Wilatikta tidak diketahui siapapun hingga malam hari.
Mengetahui anaknya pergi dari rumah, Tumenggung Wilatikta kemudian menyuruh semua bawahannya untuk mencari kedua anaknya tersebut. Sayangnya, usaha Tumenggung Wilatikta untuk mencari anaknya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Waktu berlalu, bulan berganti tahun. Sudah bertahun tahun semenjak perstiwa kaburnya Raden Sahid dan Rasa Wulan namun belum juga ditemukan. Di daerah yang lain Raden Sahid sibuk menggembara setelah mengalami berbagai beragam penderitaan yang cukup berat. Ia juga sempat menjadi seorang berandal di hutan dan merampas harta milik orang kaya yang kemudian ia bagikan kepada rakyat miskin. Sementara itu ditempat berbeda, Rasa Wulan sangat berharap bisa bertemu dengan kakaknya.
Namun, usahanya tak pernah membuahkan hasil. Ia kemudian memutuskan untuk bertapa ngidang di tengah hutan Glagahwangi. Di dalam hutan Glagahwangi, terdapat danau yang sangat jernih yaitu danau Sendhang Beji. Di pinggiran danau itu ada pohon yang tumbuh dan condong menghadap ke danau sehingga menambah keasrian dari Danau Sendhang Beji. Dari salah satu cabang pohon rindang tersebut menjadi tempat bertapa seorang laki laki yaitu Syekh Maulana Maghribi. Dia bertama ngalong atau bertapa seperti kelelawar yang sedang tidur di pohon.
Di suatu hari, Rasa Wulan berniat untuk mandi di seberang danau Sendhang Beji. Tampa berpikir apa apa, Rasa Wulan kemudian membuka seluruh pakaiannya dan mulai mandi di danau itu. Ia tidak sadar bahwa ada laki laki yang sedang bertapa di salah satu pohon di tepi danau. Syekh Maulana Maghribi yang melihat Rasa Wulan terpesona akan kecantikan Rasa Wulan. Dan tanpa dia sadari, ia meneteskan air maninya ke air di danau Sendhang Beji.
Saat Rasa Wulan menyiramkan air danau ketubuhnya, tiba tiba saja perutnya berubah menjadi besar. Dia kemudia mulai mencari apakah ada orang di danau itu, dan meilhat Syekh Maulana yang sedang bertapa. Dia kemudian menghampiri Syekh Maulana dan meminta pertanggungjawabannya.
Rasa Wulan protes dan marah marah kepada Syekh Maulana. Awalnya Syekh Maulana mengelak akan tuduhan dari Rasa Wulan. Rasa Wulan tetap bersikukuh dan terus meminta pertanggungjawaban dari Syekh Maulana karena tidak ada laki kali lain selain dia. Syekh Maulana kemudian melepaskan kemaluannya lalu membuka sarung yang dia pakai untuk ditunjukkan kepada Rasa Wulan bahwa dia bukan laki laki.
Editor: Ainun Najib