Kental Suasana Gotong Royong, Rela Pulang dari Yogya untuk Memasak Bagi Pengungsi Merapi

Dia mendapat tugas itu karena dalam keseharian memiliki usaha katering dan warung. Jika semua yang masak ikut memasukkan bumbu, dikhawatirkan rasa masakan menjadi tidak karuan. Sementara, menu yang dimasak adalah nasi, sayur, dan lauk pauk. Sayur dan lauk pauk berbeda beda jenisnya setiap memasak dan sudah ada daftar menunya. “Pagi, siang, malam selalu ganti. Sekali makan beda lauknya,” ucap Panti. Ia mengaku memasak dalam suasana kegotongroyongan sangat menyenangkan. “Asyik tidak asyik, harus asyik karena sudah kewajiban warga,” katanya.
Dirinya sengaja pulang karena ada khabar warga di desanya mengungsi. Meski pulang untuk waktu tiga hari, usaha katering dan warung makan di Yogyakarta tetap jalan karena ada yang menunggu. Saat memasak, sesekali ibu ibu melontarkan candaan agar tidak tegang. Mengingat pengungsi dari kelompok rentan terdiri dari balita, anak anak, ibu hamil, difabel dan lansia, menu yang dimasak berbeda.
Terutama untuk balita, anak anak, dan lansia dibuat khusus. “Masakan untuk balita dan lansia tentunya tidak sama. Kalau anak yang sudah agak besar, dengan yang orang dewasa, menunya bisa sama,” kata Winarni,40, warga lainnya. Untuk satu kali masak, membutuhkan beras sekitar 10 kilogram untuk kapasitas konsumsi 200 orang.
Editor: Ainun Najib