Kisah Wali Terapung Mbah Mudzakir, Kelabui Belanda dengan Pasang Caping di Tonggak Kayu

DEMAK, iNews.id - Sebuah makam berdiri kokoh di tepi laut tepatnya di Dukuh Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jateng. Warga di sekitar lokasi menyebutnya sebagai makam wali terapung.
Makam wali terapung itu telah menjadi tempat wisata religi dan banyak dikunjungi masyarakat. Makam itu konon merupakan makam Mbah Mudzakir.
Mbah Mudzakir dikenal sebagai tokoh agama berpengaruh di kawasan tersebut. Dia meninggal sekitar tahun 1950-an. Hingga kini belum ada catatan lengkap tentang masa hidup Mbah Mudzakir yang wafat pada usia antara 72-75 tahun tersebut.
Keberadaan makam wali terapung sendiri, awalnya berada di tengah permukiman padat penduduk. Tetapi, akibat terjadinya abrasi di pesisir utara sejak tahun 1995, telah menggerus daratan hingga sejauh 2 km.
Dari seluruh daratan yang hilang, hanya lokasi makam Mbah Mudzakir yang tetap terlihat. Fenomena alam telah menciptakan makam Mbah Mudzakir seperti bunga teratai di lautan. Warga pun menyebut makam ini sebagai makam wali terapung.
Cucu Mbah Mudzakir, Gus Ubab Ibrahim mengungkapkan, hingga kini belum terlalu banyak catatan tentang perjalanan hidup Mbah Mudzakir. Tetapi, warga di kawasan tersebut mengenalnya sebagai tokoh agama dan pejuang yang turut merasakan ganasnya pertempuran 10 November di Surabaya.
Mbah Mudzakir mempunyai guru, yaitu Kiai Sholah Darat Semarang, dan KH Abbas Buntet Cirebon. Sebagai murid yang taat, perjuangan Mbah Mudzakir tidak lepas dari keberadaan para guru tersebut.
Gus Ubab Ibrahim mengungkapkan, kakeknya turut berangkat ke Surabaya, setelah adanya fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari, untuk melawan penjajah Belanda.
Editor: Ainun Najib