Pemkot Yogyakarta Buka Klinik Bank Sampah, Ini Tujuannya
YOGYAKARTA, iNews.id - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta membuka Klinik Bank Sampah untuk memastikan seluruh bank sampah di kota dalam kondisi sehat. Keberadaan bank sampah tidak hanya untuk mengurangi sampah, namun bisa mendatangkan keuntungan.
“Mulai Oktober kami akan buka Klinik Bank Sampah ini bekerja sama dengan forum bank sampah yang sudah terbentuk di seluruh kecamatan,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko di Yogyakarta, Minggu (14/8/2022).
Klinik ini akan memberikan pendampingan kepada bank sampah agar semakin sehat dan mampu berkembang. Tercatat ada 565 bank sampah, 481 di antaranya dalam kondisi sehat. Ssisanya masih membutuhkan pendampingan untuk berkembang lebih baik.
“Bank sampah yang baru terbentuk biasanya membutuhkan lebih banyak pendampingan agar selalu aktif, memiliki kegiatan rutin dan bisa berkembang dengan lebih banyak nasabah,” katanya.
Sebuah bank sampah dikategorikan dalam kondisi sehat apabila memiliki setidaknya lebih dari 40 nasabah aktif, memiliki kegiatan rutin seperti menyetorkan sampah setiap dua pekan sekali atau sesuai periode waktu yang disepakati bersama.
“Sedangkan bank sampah yang baru terbentuk biasanya mengalami kesulitan untuk memiliki kegiatan rutin, nasabahnya juga masih sedikit 10 atau 20 orang,” katanya.
Haryoko mengatakan semakin banyak nasabah di sebuah bank sampah akan mampu memberikan lebih banyak kontribusi pada pengurangan sampah di lingkungan tersebut. Hanya saja sebagian besar bank sampah baru mengelola sampah anorganik.
“Padahal, pengelolaan sampah organik juga penting dilakukan, karena sebagian besar volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta adalah sampah organik,” katanya.
Oleh karenanya, salah satu strategi yang akan diterapkan untuk memaksimalkan pengelolaan sampah organik adalah dengan membuat biopori di masing-masing rumah nasabah bank sampah.
“Biopori menjadi salah satu upaya yang mudah dilakukan dan tidak hanya memberikan manfaat untuk pengurangan sampah organik, tetapi juga membantu konservasi air tanah,” katanya.
Jika tidak memungkinkan, lanjut Haryoko, masih ada sejumlah metode pengelolaan sampah organik yang bisa dilakukan seperti losida atau memasukkan sisa sampah organik dari dapur ke pipa paralon untuk dijadikan kompos atau menggunakan magot.
“Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengelola sampah organik dan harapannya bisa membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPST Piyungan,” katanya.
Editor: Kuntadi Kuntadi