Seperti Ini Motif Batik Larangan Keraton Jogja, Ternyata Sudah Diatur sejak 1789
YOGYAKARTA, iNews.id- Pekan lalu Keraton Yogyakarta berpartisipasi dalam Festival Batik 2022 bertajuk Jagaddhita: Batik Jogja Istimewa Mendunia yang digelar di Jogja Expo Center (JEC). Bersama dengan Kadipaten Pakualaman, Keraton Yogyakarta berkesempatan untuk memamerkan khazanah batik yang menjadi warisan budaya tak benda.
Masing-masing pemerintahan Sultan memiliki aturan tersendiri terkait dengan penggunaan batik larangan. Oleh karenanya, dalam pameran bersama Jagaddhita, Keraton Yogyakarta menampilkan 15 motif batik yang terdiri parang rusak barong ageng, parang rusak barong alit, parang rusak gendreh, parang rusak klithik, parang parikesit, parang centhung, parang templek, parang baladewa.
Kemudian parang rujen, udan riris, rujak senthe, parang klithik senthe, parang seling huk, parang kusuma ceplok gurdha, dan parang rusak gendreh ceplok paradis.
Kelimabelas motif parang tersebut diharapkan memberi wacana kepada pengunjung tentang beragam motif batik larangan dan berbagai pengembangannya.
Selama penyelenggaraan pameran, para pengunjung diajak untuk merasakan praktik membatik sebagai sarana edukasi. Pameran pun dimeriahkan dengan berbagai gelaran peragaan busana, lokakarya busana adat, hingga gelar wicara mengenai batik dari masa ke masa.
Mengusung tema 'Rerupa Batik Parang dan Pengembangannya', keraton mengajak pengunjung untuk melihat pola motif batik parang rusak yang dikenal sebagai batik larangan (Awisan Dalem). Motif-motif larangan tersebut telah diatur sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Keikutsertaan Keraton Yogyakarta dalam pameran tersebut menjadi ajang untuk melakukan sosialisasi motif batik larangan yang ada di keraton. Berdasarkan dokumen Keraton Yogyakarta, pada 1789 Sultan menerbitkan arsip yang berisi aturan busana bagi para bangsawan.
Editor: Ainun Najib