Tari Bedhaya Ketawang, Dianggap Sakral dan hanya Dipentaskan Setahun Sekali
Sebagai tarian suci dan disakralkan, ada sejumlah pantangan yang harus dilaksanakan setiap penarinya.
Syarat utama untuk memainkanTari Bedhaya Ketawang adalah para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid.
Jika pada saat menari sedang haid, maka penari itu wajib meminta izin dahulu kepada Kangjeng Ratu Kidul.
Caranya dengan memberikan caos dhahar (semacam sesaji) di panggung Sanga Buwana, Keraton Surakarta.Ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan.
Sucinya para penari adalah elemen penting, termasuk saat latihan digelar. Konon saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul secara khusus akan datang dan menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.
Saat pentas, Tari Bedhaya Ketawang diiringi gending Ketawang Gedhe dengan nada Pelog. Gamelan yang digunakan di antaranya kethuk, kenong, gong, kendhang dan kemanak.
Saat pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang dibagi dalam tiga babak atau adegan. Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi Slendro selama dua kali, kemudian nada gending kembali lagi ke nada Pelog hingga tarian berakhir.
Tak hanya diiringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang juga diiringi oleh tembang (lagu) yang menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja.
Saat bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, kemudian di lanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke dalem Ageng Prabasuyasa, instrument musik di tambahkan dengan Gambang, rebab, gender dan suling untuk menambah keselarasan suasana.
Pakaian atau busana yang digunakan dalam Tari Bedhaya Ketawang juga tak sembarangan. Para penari menggunakan busana pengantin perempuan jawa, yaitu Dodot Ageng atau biasa di sebut Basahan.
di bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta.
Nah itu tadi sekilas tentang Tari Bedhaya Ketawang, menarik bukan ?
Editor: Ainun Najib