Tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng Malam 1 Suro di Jogja, Ini Makna dan Filosofinya
Pada malam itu masyarakat Jawa akan melakukan introspeksi diri, apa yang telah dilakukan pada tahun yang telah dilalui dan menyambut tahun yang baru.
Dia mengatakan, karena kesakralannya inilah banyak orang melakukan laku atau tradisi prihatin. Tradisi ini dilakukan dengan topo broto atau ngesu budi dalam rangka introspeksi.
Menurutnya, ada tiga jenis prihatin yaitu Ngelih (lapar), Mlaku (berjalan) dan Melek (tidak tidur). Ketiga jenis prihatin ini biasanya dilakukan masyarakat Jawa ketika malam 1 Suro.
Ngelih dilakukan dengan cara berpuasa atau cegah dahar (menahan untuk makan). Biasanya masyarakat Jawa melakukan puasa selama beberapa hari yaitu sejak malam satu suro hingga beberapa hari kemudian.
Sedangkan Mlaku atau berjalan dilakukan pada malam 1 Suro. Di Kota Yogyakarta biasanya dilakukan secara berjamaah, yaitu Mubeng Beteng (berjalan mengelilingi Keraton).
Sedangkan Melek yaitu mencegah tidur sesuai dengan kemampuannya. Terkadang laku prihatin ini dibingkai senang-senang, dengan menggelar Sholawatan Jowo, Kenduri dan juga wayangan.
Sigit menyebut, tradisi Mubeng Beteng sejatinya bukan hajatan dari Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, namun hajatan kawulo dalem. Artinya, hajatan dari masyarakat yang memiliki keinginan agar negara Ngayogyakarto Hadiningrat menjadi negara yang Ayem Tentrem Gemah Ripah Loh Jinawi.
Editor: Kastolani Marzuki