YOGYAKARTA, iNews.id- Akhir-akhir ini, fenomena klitih kian marak terjadi di Jogja. Aksi yang identik dengan senjata tajam dan aksi pembacokan hingga pembunuhan semakin melekat di benak masyarakat hingga menimbulkan rasa cemas dan khawatir. Lalu apa sebenarnya klitih itu? Bagaimana seluk-beluk munculnya klitih? Begitulah kira-kira pertanyaan yang sering terlintas di masyarakat.
Dikutip dari rilis LM Psikologi UGM Kabinet Kartala Ananta, kata klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti aktivitas untuk mencari angin di luar rumah. Klitih juga diartikan sebagai aktivitas santai untuk mencari barang-barang bekas yang dalam bahasa Jawa berarti klitikan.
Melihat kebelakang, fenomena klitih sebenarnya sudah ada sejak tahun 90-an, dimana ketika kepolisian mengelompokkan geng remaja di Yogyakarta yang mana kepolisian sudah mengetahui informasi seputar remaja dan geng remaja yang melakukan kejahatan.
Pada mulanya, istilah klitih memiliki makna positif berupa seseorang yang mengisi waktu luang, namun seiring berjalannya waktu istilah klitih berubah menjadi sebuah tindak kejahatan dengan menyerang orang-orang secara tidak terduga.
Dalam rilis itu, disebutkan pula bahwa setelah orde baru para pelajar yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Berangkat dari ancaman tersebut, para pelajar kemudian mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih.
Alasan dari anak-anak muda itu melakukan aksi ini lantaran ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya. Anak-anak yang melakukan aksi klitih mengklaim mendapat reputasi bagus di lingkungannya. Selain itu, permasalahan pribadi atau keluarga juga membuat anak tersebut cenderung menjadi pelaku klitih.
Kasus klitih mulai populer di Yogyakarta pada tahun 2016. Pada mulanya, klitih merupakan perilaku kenakalan remaja dan permusuhan antarkelompok, namun seiring berjalannya waktu fenomena klitih mengalami pergeseran. Kini, klitih tidak hanya menyasar pada kelompok tertentu, tetapi juga menyasar masyarakat luas.
Disebutkan dalam rilis tersebut, mengacu pada data yang tercatat pada Polda DIY (DataIndonesia.id, 2022) kasus klitih meningkat 11,54 persen pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2020. Secara rinci, terdapat 52 kasus klitih pada tahun 2020, dengan jumlah pelaku sebanyak 91 orang. Kemudian kasus meningkat di tahun 2021 menjadi 58 kasus dengan 102 pelaku.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait