SURABAYA, iNews.id - Akal licik Belanda berhasil membuat perlawanan Pangeran Diponegoro padam. Selama lima tahun tertangkap (1825-1830) Pangeran Diponegoro dengan pengikutnya melawan kolonial Belanda hingga ditangkap di Magelang, Jateng.
Pangeran Diponegoro sadar telah dicurangi Belanda. Namun dia tetap berusaha semeleh (ikhlas). Saat memenuhi undangan berunding yang diinisiasi Belanda, dia tiba-tiba ditangkap.
Berbagai sumber menyebut, saking marahnya atas kelicikan Belanda ini geraham Pangeran Diponegoro sempat gemeretak.
Bahkan dua lengan kursi kayu yang kena cengkeram tangan Sang Pangeran yang digdaya itu, sampai pecah berantakan. Namun Pangeran Diponegoro tetap berusaha menahan diri. Begitu juga dengan para pengikutnya.
Lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman mengabadikan berbagai ekspresi kekecewaan, kemarahan, serta keputusasaan wajah-wajah para pengikut Diponegoro.
Dalam penangkapan itu tidak terjadi insiden kekerasan. Diponegoro juga tidak mengekspresikan perlawanan fisik saat digelandang ke atas kapal korvet Pollux untuk dibawa menuju Manado.
Tanggal 4 Mei 1830. Pelayaran dari Batavia (Jakarta) ke Manado menjadi hukuman buang pertamanya. Kompeni Belanda menjauhkan Diponegoro dari makam leluhurnya. Memisahkan dari tanah kelahirannya, sanak keluarganya, serta para pengikutnya yang tersebar di Pulau Jawa.
Dalam catatan harian Letnan Dua Knoerle, ajudan Gubernur Jenderal Van Den Bosch yang dikutip sejarawan Peter Carey pada buku "Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)" Diponegoro sempat "menggugat" pengasingannya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait