Dilansir dari laman syekhnurjati.ac.id, dalam usia muda, Nabi Muhammad sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini, Nabi SAW menemukan tempat untuk berpikir dan merenung mengenai kondisi masyarakat Arab di zaman Jahiliyah.
Ketika pamannya, Abu Thalib memutuskan untuk pergi ke Syam dalam misi perdagangan, pada waktu itu usia Nabi Muhammad telah mencapai 9 tahun.
Ketika pamannya mau berangkat, tiba-tiba saja Nabi Muhammad bergantungan kepada pamannya dan tidak mau berpisah, yang menyebabkan pamannya berkata, “Aku akan membawanya bersamaku ke Syam dan dia tidak boleh berpisah denganku.”
Setelah sampai di sebuah kota bernama Bashrah di wilayah Syam, di tempat itu dikenal ada seorang pendeta bernama Buhaira yang selalu beribadah di tempat peribadatannya.
Mereka memutuskan untuk berteduh di bawah pohon dekat tempat peribadatan itu. Pendeta itu memperhatikan awan yang menyertai perjalanan mereka dan dahan pohon yang memayungi Nabi Muhammad sehingga dia beteduh di bawahnya dari terik matahari.
Pendeta itu penasaran dengan apa yang dia saksikan, sehingga dia mengundang mereka semua untuk hadir dalam undangan makan siang.
Setelah Nabi Muhammad hadir, Buhaira memperhatikannya dengan sangat seksama, meneliti sesuatu dari badannya, yang pada ahirnya dia menemukan suatu ciri kenabian pada badan Nabi Muhammad SAW.
Pendeta itu pun berkata bahwa kelak keponakan Abu Thalib akan menjadi orang penting di negrinya.
Ketika Nabi Muhamad berusia 25 tahun, nabi berangkat ke Syam untuk melakukan perdagangan milik Khadijah. Sekembalinya dari Syam, Khadijah memintanya untuk menikahinya karena Khadijah tahu bahwa Nabi Muhammad adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat kesatria, jujur dan amanah.
Khadijah adalah seorang wanita yang terkenal dengan kecerdasannya, tanggap dan peka. Khadijah kemudian menawarkan diri untuk dijadikan istri Nabi.
Menerima Wahyu
Memasuki usia 40 tahun, Nabi SAW sudah terlalu biasa memisahkan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke Gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah.
Di sana, mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama yakni Surat Al 'Alaq ayat 1-5.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al 'Alaq: 1-5).
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah menjadi nabi. Dalam wahyu pertama ini belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira.
Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu kedua yakni Surat Al Mudatsir ayat 1-7.
Editor: Kastolani Marzuki