Kisah Tragis Ahli Perang Gerilya Pelatih Tentara Indonesia, Tewas Bunuh Diri dengan Pistol

Kematian Igning dan Muhardi sampai ke telinga Muharto. Dia mendengar peristiwa tragis itu dari Budiarjo di Banda Makati, ketika RI-002 datang dari Yogya membawa delegasi RI untuk menghadiri ECAPE Conference di Baguio.
"Harto, Igning is dood, maar je broer is ook dood (Igning mati, tetapi kakakmu juga mati)", kata Budiarjo kepada Muhardi. Dia menangis saat menyampaikannya.
Seberat-berat mendengar kematian saudara sendiri, lebih berat tugas untuk menyampaikan berita itu kepada komandannya. Apalagi, Muhardi meninggal karena ditembak telinganya.
Malam itu juga, berita duka tersebut disampaikan kepada Mayor "Priming" Primitivo San Agustin, Deputy Kepala G-2 di HQ Philippine Army. Reaksinya kaget, kecewa campur marah.
Muharto pun tidak mengira sama sekali Mayor Priming mempunyai tafsiran kuat Igning dibunuh agen komunis, yang tidak lain adalah Muhardi, saudaranya.
Atas kecurigaan itu pula, Muharto diinterogasi sampai malam. Ada 12 orang yang menanyainya dengan penuh emosi dan bertele-tele.
Walaupun Muharto sudah berkali-kali menjelaskan dia baru tahu kematian saudaranya dan Igning dari orang lain, orang-orang G-2 tidak peduli. Mereka tak mau mengundang Budiarjo dan Brenthel Susilo yang membawa berita peristiwa tragis itu dan mengetahui masalahnya.
Namun, ada hal yang sangat disesalkan Muharto saat itu. Mengapa tidak ada pernyataan resmi dari yang berwenang sebagai penanggung jawab misi AURI ke Filipina kepada dirinya sebagai saudara kandung korban.
"Kalau atas dasar pertimbangan bahwa kedatangan Igning dalam rangka suatu operasi rahasia, tak mungkinlah menulis surat pribadi," tanya Muharto.
Editor: Maria Christina