Jejak Sunan Geseng di Blumbang Banyuurip, Jati Kluwih dan Watu Golong

Setelah itu, Sunan Kalijaga mengajak Jebeng Cokro Joyo berjalan ke arah barat. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Jebeng Cokro Joyo. “Itu pohon apa?” Maksud Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.
Cokro Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan Kalijaga menjawab, ”Itu pohon kluwih.” Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka, antara pohon jati dan kluwih. Tiba-tiba pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun kluwih. Pohon ini akhirnya disebut dengan nama pohon jati kluwih. Sampai saat ini, pohon jati kluwih masih ada, tepatnya di Dusun Loputih, Jatimulyo, Dlingo.
Setelah mengetahui pohon dapat berubah menjadi pohon jati kluwih, Sunan Kalijaga mengubah nama Jebeng Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Setelah itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Tak berapa lama, Sunan Kalijaga kembali menguji kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat. Dia lalu bertanya, “Ini apa?” Sunan Geseng menjawab, “Ini golong”.
Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu itu berubah menjadi golong. Batu itu juga masih ada dan diletakkan di halaman Masjid Badean, Jatimulyo Dlingo.
“Masyakat masih merawat petilasan ini, baik Blumbang Banyuurip, Sendang Pocot, Jati Kluwih, dan Watu Golong," ujarnya.
Masyarakat yang menginginkan sesuatu atau memiliki hajat seperti ingin lancar rezeki, ingin karir sukses atau ingin hal-hal positif lainnya mereka melakukan ritual mandi di Blumbang Banyuurip dengan didampingi Tamar.
Sebaliknya sesorang yang ingin punya niat mencopot jabatan sesorang atau bahkan ingin menciderai orang lain datang ke Sedang Pocot dengan membawa syarat tertentu. "Banyak warga yang ingin sesuatu, mandi di Blumbang Banyuurip. Sementara yang ingin mocot (mencopot) kedudukan seseorang datang ke Sendang Pocot. Tapi itu semua atas kuasa Allah agar tidak menjadi musyrik,” kata Tamar.
Editor: Ainun Najib