Kisah Bon Ali, Polisi Santri yang Bangun 14 Masjid dan Tampung Anak Eks Teroris

Asal-Usul Nama Bon Ali
Nama Bon Ali ternyata ada sejarahnya. Kisahnya dimulai sekira 40 tahun silam di mana kala itu dia ikut menjadi santri di salah satu pelosok desa daerah Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kisahnya menjadi santripun tanpa sengaja karena awalnya Bon Ali hanyalah seorang pedagang tempe keliling
"Tempe...tempe...tempe mangga dilarisi (silakan diborong)," kata dia mengenang masa lalu.
Kala itu, ia mengabdi di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang sebagai seorang santri. Di usia belia itu Bon Ali sudah harus bangun pagi buta untuk menjual tempe yang diproduksi oleh kyainya sendiri yakni KH Jamaluddin Ahmad.
Bon nama depan sapaan Ali merupakan warisan para santri lantaran Ipda Ali sering kas bon alias berutang di warung. Karena sering kas bon itulah dia kemudian sering dioanggil Bon Ali.
Dan kala itu, pondok pesantren tempatnya menimba ilmu diasuh oleh KH Djamaluddin Ahmad merupakan penerus pondok pesantren Tambak Beras yang didirikan ulama besar NU Kyai Wahab Hasbullah. "Selama nyantri saya itu salah satu santri yang tak pandai mengaji,"tuturnya.
Hanya saja semboyan ala santri gondelan sarunga e pak yai rupanya tak menjadikan Bon Ali kekurangan akal dan sampai sekarang masih ia pegang. Diapun agar tetap disayang sang guru maka dia mengabdi kepada kyainya itu dengan menjualkan tempe yang dibuat oleh kyainya sendiri.
Dia mengaku sejak umur lima tahun sampai dengan ia masuk sebagai tamtama dikepolisian, Bon Ali hanya jualan tempe produksi pak kyai.
"Yang paling ndak bisa tak lupakan itu ketika rintik hujan. Saya kan tetap jualan tempe muter desa lewat jembatan dari bambu. Kalau hujan kan licin, nah saya jatuh sepedanya roboh terus tempenya jatuh ke sungai," ujarnya.
Editor: Ainun Najib